Bandung, 28 Maret 2019 - Pada Kesempatan LKW (LeMPoS Kuliah WhatsApp) Semalam, atau tepatnya 27 Maret 2019. Moderator LKW, Ridwan Nur Arifin membahas tentang Profitabilitas dalam Strategi Bundling. Bagaimana isi pembahasannya? Berikut pembahasannya.
Salah satu bentuk implementasi dari strategi co-branding adalah menawarkan dua produk atau dua layanan yang dijual sekaligus. Biasanya, penawaran seperti ini disebut dengan bundling. Kalau perspektif dari produknya yang dominan, maka disebut dengan product bundling, tetapi bila aspek harga yang lebih ditonjolkan, maka lebih sering disebut dengan price bundling. Sebenarnya ini adalah hal yang sama. Dua buah produk dijual bersamaan, biasanya juga memiliki sebuah harga yang lebih rendah dibandingkan dengan penjumlahan dari masing-masing harga.
Sebagian besar dari bundling sebenarnya bukan co-branding. Bundling yang melibatkan satu merek dengan merek lain dari perusahaan yang berbeda akan disebut co-branding, terutama bila kedua merek tadi dimunculkan dalam penjualan bundling tersebut. Bundling untuk dua produk internal tidak akan disebut dengan co-branding, tetapi lebih sering merupakan bagian dari cross-selling.
Tujuan Bundling dan Co-Branding
Dalam strategi co-branding, yang dikejar oleh kedua merek adalah menciptakan tingkat penjualan dan tingkat profit yang lebih besar dibanding bila kedua produk ini dijual secara terpisah. Tujuan dari co-branding biasanya lebih luas. Co-branding bertujuan menciptakan tingkat awareness dan tingkat image yang semakin positif. Kekuatan image dari satu merek kemudian ditransfer kepada merek lain yang menjadi aliansinya.
Walaupun demikian, tujuan akhir yang perlu dicapai adalah kenaikan tingkat penjualan dan profitabilitas. Tujuan dapat dicapai dalam jangka pendek atau jangka panjang. Demikian pula proses pencapaiannya, bisa secara simpel dan langsung, tetapi bisa juga relatif agak kompleks.
Disebut langsung karena begitu co-branding dieksekusi, menghasilkan suatu product bundling yang menimbulkan keinginan dari pembeli untuk membeli dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan bila ditawarkan secara terpisah. Pelanggan melihat paket ini memberikan customer value yang lebih tinggi. Mereka merasa telah membayar dengan harga lebih rendah dibandingkan harus membeli secara terpisah.
Ini mudah terjadi karena memang bundling atau co-branding dari kedua produk dan kedua merek sama-sama dikenal, dan benefit dari kedua produk tersebut juga sudah demikian terinformasikan kepada para pelanggan. Bundling antara sebuah merek Pizza dan merek minuman adalah contoh bundling yang simpel. Contoh lainnya adalah paket tiket pesawat dengan hotel. Pelanggan umumnya cukup mudah untuk mengerti mengenai bundling ini.
Proses tersebut bisa kompleks karena bundling yang ditawarkan telah melewati jalur pembentukan merek terlebih dahulu. Jadi, diperlukan suatu komunikasi terlebih dulu untuk menciptakan awareness bahwa kedua merek sekarang bekerja sama. Setelah itu, diperlukan suatu proses pembentukan image dan kepercayaan terhadap kedua merek yang digabung menjadi satu. Selain itu, dibutuhkan proses komunikasi terhadap benefit sebagai akibat adanya penggabungan kedua produk. Lebih kompleks lagi, bila ternyata profit yang dicapai oleh adanya aliansi ini baru terlihat setelah kedua produk menciptakan tingkat loyalitas terlebih dahulu.
Bundling antara maskapai penerbangan dan bank atau antara sebuah ritel dan kartu kredit merupakan bundling yang melibatkan co-branding yang bersifat kompleks. Hasil akhir yang ingin dicapai yaitu tingkat profit yang lebih baik, biasanya membutuhkan waktu yang lama. Kedua perusahaan yang terlibat dalam aliansi ini haruslah mengeluarkan biaya komunikasi terlebih dahulu untuk menciptakan awareness dan juga meyakinkan konsumen atas benefit dari adanya penawaran tersebut.
Profitabilitas
Bagaimana kita yakin bahwa bundling ini akan memberikan tingkat penjualan dan profitabilitas lebih tinggi? Paling tidak, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, bundling ini akan berhasil menciptakan penjualan apabila pelanggan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi dalam persepsinya terhadap harga. Artinya, ada kelompok pelanggan yang membayar tinggi terhadap merek tersebut, tetapi ada juga yang hanya membayar rendah untuk produk tersebut.
Misalkan saja untuk merek A, ada yang mau membayar tinggi dan ada yang membayar rendah. Demikian pula untuk merek B, terdapat juga mereka yang mau membayar dengan harga tinggi dan mereka yang membayar dengan harga rendah. Misalkan saja segmen ini memiliki jumlah pelanggan sama besarnya. Bila kedua produk dijual terpisah pada tingkat harga yang cukup tinggi, maka masing-masing dari merek ini hanya akan dibeli oleh 25% dari total pelanggan. Kalau dijual secara bundling maka akan sangat mungkin, masing-masing produk dibeli oleh sekitar 75% dari total pelanggan. Dengan catatan, harga paket dari kedua produk ini tidak boleh lebih tinggi dari penjumlahan harga tinggi untuk merek A atau B ditambah harga rendah untuk merek A dan B.
Kedua, pelanggan memang memiliki sisa dana yang cukup untuk membeli kedua produk yang ditawarkan ini. Kalau pelanggan maksimal dapat membeli komputer saja, bundling dengan printer akan tidak ada manfaatnya. Kalau pelanggan hanya memiliki dana yang cukup untuk membeli tiket, percumalah melakukan bundling dengan hotel. Kalau pelanggan hanya cukup untuk membeli kartu perdana, percumalah bila dilakukan bundling dengan telepon seluler. Kedua syarat di atas akan sangat cukup untuk meningkatkan penjualan, tetapi tidak cukup untuk membuat profit yang lebih maksimal.
Agar tingkat profitabilitas dari bundling lebih tinggi dibandingkan secara terpisah, maka syarat ketiga, haruslah produk memiliki komponen biaya variabel kecil. Jadi, komponen biaya tetap besar tetapi variabelnya kecil. Bisa saja biaya variabel kecil ini terjadi karena memang sifat dari produk tersebut atau karena pencapaian skala ekonomi.
Operator seluler dan internet provider misalnya, adalah pihak yang akan sangat diuntungkan dengan adanya bundling. Ini merupakan merek yang memiliki potensi melakukan kerja sama, baik bundling bersifat co-branding atau bundling yang hanya bersifat cross-selling. Produk ini memiliki keragaman yang sangat tinggi dalam persepsi pelanggan mengenai harga. Artinya, ada yang mau membayar dengan harga tinggi, tetapi ada yang hanya mau membayar pada kisaran harga yang rendah. Layanan dari operator seluler dan internet provider juga memiliki sifat dimana komponen biaya tetap sangat tinggi, tetapi biaya variabelnya relatif rendah.
Dunia menuju aliansi. Hampir semua industri sudah mulai memperlihatkan bahwa aliansi dalam berbagai bentuk, termasuk bundling dan co-branding adalah strategi yang harus dipertimbangkan. Para pemain dipaksa untuk fokus pada core competence-nya. Akibatnya, mereka memerlukan perusahaan dan merek lain untuk memberikan customer value yang semakin tinggi.
Itulah pembahasan dari Moderator tentang Profitabilitas dan Strategi Bundling di LKW, semoga bisa menabahkan wawasan pembaca dan bermanfaat. Saat ini sudah puluhan bahkan ratusan orang bergabung di LKW untuk mendapatkan pengetahuan terkait wirausaha dan perkembangannya. Selain itu, Moderator LKW akan menyapa secara langsung di grup, bersedia menjawab bertanya dan memberikan saran terkait wirausaha. Tidak jarang juga anggota grup diberikan kesempatan berbagi pengalaman dan ilmu pada anggota lainnya. Tertarik menjadi anggota LKW? Klik link https://www.lenmarc.com/faq/frontend/event_single/kuliah-whatsapp-tentang-wirausaha-dari-lempos-gratis dan ini gratis! Kami sadar, ilmu itu mahal, beberapa dari kita yang kurang beruntung mungkin tidak mendapatkan kesempatan mendapatkan ilmu yang cukup. Tapi, di LKW kami bagikan ilmu yang kami punya dengan cuma-cuma alias gratis!, dengan harapan, ilmu yang Kami bagikan bisa bermanfaat bagi anggota, dan lebih luasnya untuk Indonesia terutama di bidang wirausaha. Kami tunggu bergabungnya Anda di LKW, Sukses selalu.
Berita Lainnya
Minggu ini Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada emas
Atur dan Organisir Adminsitrasi Iuran Dengan Sistem Yang Handal. LeMSIAP, Siap Menjawabnya
Pj Bupati Jepara Terima Kunjungan Tim Yayasan Global CEO Indonesia Jateng